viva |
BLOG UNIK - Usia D memang baru 8 tahun. Namun, dia sudah merasakan menjadi tunawisma. Sejak enam bulan lalu, dia diusir oleh orang tua kandungnya yang tinggal di Perumahan Citra Gran Cibubur, Cluster Nusa Dua, Blok E, Jakarta Timur.
Sejak terusir dari rumah orangtuanya itu dia terpaksa seorang diri tidur di pos keamanan serta berpindah-pindah ke rumah tetangganya.
Tak jelas apa alasan dan motif orangtua D, sengaja menelantarkan anaknya. Empat saudara D yang berjenis kelamin perempuan juga harus menderita karena dikurung di dalam rumah. Usianya mulai dari empat hingga 12 tahun.
"DN tidak pulang karena tidak dibukakan pintu, tidak diperbolehkan masuk rumah. D juga tidak diperbolehkan sekolah sejak satu bulan lalu," kata Ketua RT setempat, Sugeng, Kamis 14 Mei 2015.
Cerita Sugeng, pada siang hari D berkeliling kompleks dengan sepedanya. Sementara itu untuk makan sehari-hari anak ketiga dari lima bersaudara itu terpaksa harus meminta belas kasihan dari tetangganya.
"Kalau soal ekonomi saya rasa tidak, sepertinya ada yang lain dari orangtuanya. Kondisi psikis dan fisik memang terlihat memprihatinkan," katanya.
Warga iba. D yang terusir itu ditampung di kediaman salah seorang tetangganya. Warga mencoba untuk bertemu orangtua bocah malang tersebut. Namun tidak ada jawaban yang memuaskan.
Mereka kemudian melaporkan persoalan ini ke polisi dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Berdasarkan laporan itu, petugas kepolisian dan KPAI datang ke lokasi untuk menyelamatkan DN dan keempat saudara perempuannya
Kepala Unit (Kanit) 1 Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya Komisaris Buddy Towoliu mengatakan, proses evakuasi dari dalam rumah mewah berlantai dua itu berlangsung dramatis. Negosiasi sempat berjalan alot hingga petugas harus mendobrak rumah tersebut.
Selain D, empat saudara perempuannya yakni kakak dan adiknya pun ditelantarkan hanya saja berada di dalam rumah. Kelima anak tersebut berinisial L (10), C (10), A (5), serta DN (4).
Pasangan suami istri kejam itu akhirnya harus berurusan dengan hukum. Mereka akan dijerat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak akan dijerat dengan Pasal 77 b, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Ayah pemabuk
Dugaan kasus kekerasan yang dilakukan Utomo, ayah pecandu alkohol terhadap lima anaknya di kawasan Perumahan Citra Gran Cibubur, Cluster Nusa Dua, Blok E, kerap dilakukan malam hari.
Sejumlah tetangga yakin aksi penyiksaan yang dilakukan Utomo terhadap anak-anaknya sudah berlangsung cukup lama. Beberapa saksi meyakini, saat melakukan aksi keji terhadap anak-anaknya, pelaku kerap menyetel musik dengan keras.
"Biasanya musik keras itu distel malam hari. Ada dua kemungkinan, bisa jadi saat itu anaknya disiksa untuk mengalihkan suara tangisan dan teriakan atau kemungkinan dia ini mabuk. Sesekali kalau musik keras itu disetel kami suka dengar ada tangisan," kata Erwin, salah satu tetangga dekat pelaku.
Menurut Kepala Unit (Kanit) 1 Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya Komisaris Buddy Towoliu, kondisi rumah saat mengamankan kedua orang tua anak tersebut berantakan walaupun rumah tersebut mewah. Di dalam rumah sampah dan barang-barang lainnya berserakan seperti terkena tsunami.
Ayah lima anak terseut seorang dosen di salah satu Sekolah Tinggi Teknologi di Jakarta dengan gelar S2 Teknik dan ibunya seorang lulusan Sarjana Ekonomi.
Anak trauma
Sekjen Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Erlinda, usai melakukan investigasi bersama tim dari Kementrian Sosial, menuturkan, akibat kerap mendapat perlakuan kasar hingga diasingkan dari rumah mewahnya, D bocah delapan tahun mengalami trauma berat.
Ia berjanji akan melakukan proses penyidikan, namun pihaknya bersama Kemensos juga akan melindungi D dan keempat saudarinya yang masih di bawah umur dengan memberikan terapi kejiwaan.
"Kita akan mengembalikan keceriaannya untuk menghilangkan rasa trauma," ucapnya.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni'am Sholeh mengatakan akan melakukan tindakan khusus dengan mengamankan kelima anak yang ditelantarkan orang tuanya di Cibubur ke Safe House atau Rumah Aman.
dilansir kompas.com
Menurut Asrorun, langkah ini diambil untuk memulihkan trauma sang anak akibat perbuatan orang tuanya.
"Sang anak harus segera di beri pendampingan, karena psikis dan psikologi anak terganggu karena trauma," ujarnya.