BLOG UNIK- Fenomena Gerhana Matahari Total (GMT) bakal melewati sebagian wilayah Indonesia pada 9 Maret 2016. Gelap pada saat GMT dituliskan berbeda dengan gelap malam.
Diketahui, pada GMT pada Maret nanti, ada 12 provinsi di Indonesia yang dapat menyaksikan seluruh fenomena langka, yaitu Bengkulu, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.
GMT itu juga bisa dinikmati di sejumlah kota besar seperti, Palembang, Tanjung Pandang, Palangkaraya, Balikpapan, Palu, Ternate, dan Sofifi.
Fenomena ini sudah disambut oleh beragam lapisan masyarakat, mulai dari peneliti, astronom hingga pelaku industri pariwisata pun menunggu datangnya momentum tersebut.
GMT pada Maret nanti pun diperkirakan hanya berlangsung singkat, antara 1,5-3 menit. Nah, bagaimana kondisi saat GMT terjadi?
Peneliti Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Abdul Rachman menuliskan pengalaman merasakan GMT yang ditulis dalam buku Totality: Eclipses of the Sun oleh Mark Littmann, Ken Willcox, dan Fred Espenak terbitan Oxford University Press.
Pengalaman itu diterjemahkan dan diunggah di website Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
Dalam buku itu dituliskan, saat GMT terjadi, sebuah piringan hitam menempati posisi Matahari di langit. Piringan itu dikelilingi cahaya putih korona, kira-kira seterang bulan purnama.
Fitur-fitur kecil akan tampak energik berwarna kemerah-merahan terlihat di sisi timur piringan bulan, kontras sekali dengan putihnya korona, dan hitamnya piringan yang menutupi Matahari.
"Mereka ini adalah prominensa, gas panas berbentuk awan raksasa di atmosfer bawah Matahari. Prominensa selalu tampil mengejutkan, masing-masing berbeda dari yang lain dalam ukuran dan bentuk," kata penulis buku tersebut.
Pada saat munculnya GMT, karena posisi gelap, maka pengamat akan kesulitan melihat Venus dan Merkurius serta planet dan bintang terang lainnya di atas horison. Gelap pada saat GMT dituliskan berbeda dengan gelap malam. Gelap disertai dengan cahaya jingga dan kuning.
Di tengah-tengah GMT, korona tampak sangat jelas, bentuk dan jangkauannya tidak pernah sama dari satu gerhana dengan gerhana lainnya.
Kemudian saat GMT akan berakhir, langit di bagian barat tampak mulai terang kembali, sedangkan di bagian timur, kegelapan merendah menuju horison.
Ia menuliskan, saat satu biji manik-manik sangat terang muncul, merupakan penanda GMT telah usai. Biji manik-manik ini disebutkan layaknya berlian angkasa. Dan selanjutnya GMT benar-benar telah lewat.
Itulah sekilas situasi saat gerhana matahari total nanti melewati Indonesia
Diketahui, pada GMT pada Maret nanti, ada 12 provinsi di Indonesia yang dapat menyaksikan seluruh fenomena langka, yaitu Bengkulu, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.
GMT itu juga bisa dinikmati di sejumlah kota besar seperti, Palembang, Tanjung Pandang, Palangkaraya, Balikpapan, Palu, Ternate, dan Sofifi.
Fenomena ini sudah disambut oleh beragam lapisan masyarakat, mulai dari peneliti, astronom hingga pelaku industri pariwisata pun menunggu datangnya momentum tersebut.
GMT pada Maret nanti pun diperkirakan hanya berlangsung singkat, antara 1,5-3 menit. Nah, bagaimana kondisi saat GMT terjadi?
Peneliti Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Abdul Rachman menuliskan pengalaman merasakan GMT yang ditulis dalam buku Totality: Eclipses of the Sun oleh Mark Littmann, Ken Willcox, dan Fred Espenak terbitan Oxford University Press.
Pengalaman itu diterjemahkan dan diunggah di website Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
Dalam buku itu dituliskan, saat GMT terjadi, sebuah piringan hitam menempati posisi Matahari di langit. Piringan itu dikelilingi cahaya putih korona, kira-kira seterang bulan purnama.
Fitur-fitur kecil akan tampak energik berwarna kemerah-merahan terlihat di sisi timur piringan bulan, kontras sekali dengan putihnya korona, dan hitamnya piringan yang menutupi Matahari.
"Mereka ini adalah prominensa, gas panas berbentuk awan raksasa di atmosfer bawah Matahari. Prominensa selalu tampil mengejutkan, masing-masing berbeda dari yang lain dalam ukuran dan bentuk," kata penulis buku tersebut.
Pada saat munculnya GMT, karena posisi gelap, maka pengamat akan kesulitan melihat Venus dan Merkurius serta planet dan bintang terang lainnya di atas horison. Gelap pada saat GMT dituliskan berbeda dengan gelap malam. Gelap disertai dengan cahaya jingga dan kuning.
Di tengah-tengah GMT, korona tampak sangat jelas, bentuk dan jangkauannya tidak pernah sama dari satu gerhana dengan gerhana lainnya.
Kemudian saat GMT akan berakhir, langit di bagian barat tampak mulai terang kembali, sedangkan di bagian timur, kegelapan merendah menuju horison.
Ia menuliskan, saat satu biji manik-manik sangat terang muncul, merupakan penanda GMT telah usai. Biji manik-manik ini disebutkan layaknya berlian angkasa. Dan selanjutnya GMT benar-benar telah lewat.
Itulah sekilas situasi saat gerhana matahari total nanti melewati Indonesia